Biarkan air mata ini mengalir bersama dengan dosa-dosa yang teringat. Lelapkan semua kesemuan dunia yang hanya sementara. Bukalah sedikit matamu untuk melihat dunia yang abadi, telungkupkanlah tanganmu untuk memberi... Berikan senyummu agar orang lain merasakan kabahagiaanmu... mari lukis perasan hati mencintaiNya dengan keimanan dan ketakwaan. Bismillah...

Jumat, 27 Mei 2011

Antara Dua Dunia yang Berbeda.....!!

Oleh : Abu Majid

    “Mi…., Abi mau kuliah lagi boleh nggak ? semua rekan-rekan dikantor yang background nya diploma udah pada lanjut lagi kuliah ke jenjang sarjana  lho…!! “ kataku kemarin malam ketika sedang santai dimeja makan sambil menonton televisi. Istriku hanya diam sesaat tanpa ekspresi, kemudian pandanganya malah beralih pada layar televisi, seolah tak mendengar perkataanku. Aku hafal betul sifat istriku,jika ia tak tertarik untuk membahasnya saat itu, maka ia akan diam. Dan lebih suka membahas hal lainya.
     Beberapa saat lalu seorang sahabat memberi masukan padaku, agar aku melanjutkan kuliah ke jenjang Sarjana. Aku memang punya background pendidikan diploma, namun di perusahaan tempatku bekerja ijazah yang diakui adalah SLTA, karena memang ketika pertama kali bergabung aku memakai ijasah SLTA. Ya..terkadang memang merasa sayang juga, apalagi aku mempunyai Index Prestasi yang lumayan bagus : 3,7 dan dinobatkan sebagai wisudawan terbaik ke 2 kala itu. Namun tentu saja bukan karena itu sahabatku menyarankan aku kuliah lagi, tetapi lebih kepada kewajiban yang tiada batas bagi seorang muslim untuk menuntut ilmu. “ Selain untuk menambah ilmu dan wawasan kita juga akan menyemangati anak-anak kita dalam belajar, bukankah Tholabul ‘ilmi faridhotun ‘alaa kulli muslimin wal muslimat minal mahdi ilal lahdi kata sahabatku menukil sebuah hadist Rasululloh SAW.
     Satu sahabatku ini memang luar biasa, patut dijadikan panutan. Bagaimana tidak, kariernya diperusahaan melesat begitu cepat, seluruh putranya ‘hampir’ jadi orang semua. Yang diucapkannya bukan hanya teori belaka, tapi karena pengalamannya. Makanya apa yang dikatakanya selalu menjadi pertimbanganku. Meski demikian bukan berarti tahlid ‘buta’ ya, bukankah tahlid itu diharamkan, dan bukankah tak ada yang sempurna didunia ini, kecuali DIA. Hanya saja memang ( mau tak mau harus kuakui ) bahwa setiap pembicaraanya selalu mampu membuatku “manggut-manggut” setuju.
**********
    “ Bi….Umi mau lanjutkan perbincangan kita kemarin.” Kata istriku sambil menghidangkan sarapan pagi. “ masalah apa Mi..?” kataku seraya menggeser tempat dudukku. aku sedikit was-was, jangan-jangan ada perkataanku kemarin yang menyinggung perasaannya atau ada kesalahan yang tak kusadari.” Umi mau ngijinkan Abi kuliah lagi, tapi kalau Abi sudah seperti Abi Zaki…..terus terang Umi trauma dengan masa lalu abi waktu kuliah dulu”. Penjelasan istriku sudah cukup membuat aku maklum. Hal yang teramat wajar kurasa, kekhawatiran hampir semua wanita yang punya suami kurang mengerti pondasi-pondasi dasar agama.  Abi Zaki adalah tetangga dekat yang juga karyawan yang sama denganku.Ia berubah total dalam penampilan setahun terakhir, janggutnya dibiarkan lebat, kopiah melekat dikepala kemanapun dia pergi kecuali bekerja, baju gamis warna gelap menjuntai sampai ke lutut, itulah pakaian kesehariannya. Semua orang dikejutkan dengan perubahan drastis yang terjadi pada Abi Zaki. Aku memang belum mampu seperti itu, tapi kalau istriku membandingkan aku sekarng dengan dulu saat kuliah sebenarnya akupun sudah merasa berubah, jauh berbeda ketika dijaman jahiliahku dulu. Akupun kini merasa berada pada dunia yang berbeda dengan masa-masa kuliah dulu. Dulu aku belum tahu bahwa pacaran itu hukumnya haram, yach..meski pacaran yang kujalani juga pacaran model jaman dulu, yang hanya ngobrol, pegang tangan dan semacam itu. Tak pernah apel hingga larut malam. Istriku  juga tahu itu,karena ia juga sekampus denganku Tapi bagi dia yang tahu bahwa pacaran itu diharamkan agama, maka dia menilai aku begitu. Sekarang ini aku lebih banyak menghabiskan waktu di majlis-majlis ilmu atau pencerahan jiwa. akupun sudah berusaha menghindari  tangan dengan ukhti dan akhwat selain muhrimku sedapat mungkin. Namun istriku memang masih sulit melupakan hal itu, karena memang ia begitu sempurna bagiku. Aku merasa bersalah memang .Tapi aku bersyukur punya istri “cerewet”, ia menjadi semacam antivirus untukku.

“ Eh..Mi…, memangnya seperti Abi Zaki  bagaimana sich..” kataku mencoba memancing  apa yang dimaksud nya, meskipun sebenarnya aku sangat marfum apa yang diinginkannya. Kalau aku tanyakan hal ini pada teman-teman seangkatanku, maka pertanyaan demikian memiliki reaksi berbeda-beda. Ada teman yang cuek, ada yang bersikap sinis, adapula yang tetap ramah di depannya, ada yang bersikap antipati dengan segudang persepsi keliru mengenai perubahan saudaraku tsb, Malah ada yang berkata” Aku saja belum bisa lho seperti itu, perlu proses panjang” katanya. Bahkan ada istri seorang teman yang malah mencibir “ ah..suamiku tahu luar dalam seperti apa dia dulu”.
Masya Allah! Begitulah kita. Rupanya bukan saja ada yang tak terima orang lain berubah menjadi baik, sampai-sampai "rahasia" masa lalu yang telah terkuburpun masih kita ungkit dan kita umbar kemana-mana, Harusnya kita ngeri mendengar hadis Nabi : "Barang siapa yang membongkar-bongkar aib saudaranya, Allah akan membongkar aibnya. Barangsiapa yang dibongkar aibnya oleh Allah, Allah akan mempermalukannya, bahkan di tengah keluarganya."

Fakhr al-Razi dalam tafsirnya menceritakan sebuah riwayat bahwa para malaikat melihat di lauh al-mahfudz akan kitab catatan manusia. Mereka membaca amal saleh manusia. Ketika sampai pada bagian yang berkenaan dengan kejelekan manusia, tiba-tiba sebuah tirai jatuh menutupnya. Malaikat berkata, "Maha Suci Dia yang menampakkan yang indah dan menyembunyikan yang buruk."

Jangan bongkar aib saudara kita, supaya Allah tidak membongkar aib kita. "Ya Allah tutupilah aib dan segala kekurangan kami di mata penduduk bumi dan langit dengan rahmat dan kasih sayang-Mu, Wahai Tuhan Yang Maha Pemurah"

     Aku bersyukur Istriku lebih bijak,hanya menanggapi dengan tersenyum, pun ketika ada yang penasaran dan menanyakan “ Eh..tetanggamu itu kenapa sich..?”, karena memang sekarang ini Abi Zaki dan istrinya sudah tidak pernah berkumpul dengan tetangga atau sekedar bincang-bincang.Kalau sama aku sebenarnya masih biasa, walau ada sedikit beda namun masih tetap senyum,menyapa dan kalau diajak ngobrol juga masih menanggapi.Tapi mungkin teman-teman yang lain sudah tak menemukan hal itu pada diri Abi Zaki, atau jikapun  berkumpul dengan teman, hanyalah untuk urusan yang sangat penting. Saudaraku ini memang dirasa  ‘paling aneh’ di antara kami,juga diantara tetanggaku, Aku tak tahu apakah ada kalanya Ia merasa risih dan merasa terpojok juga, apalagi diantara kami tak ada yang berpenampilan seperti dirinya. Maka tak sedikit orang beranggapan bahwa pakaian dan sikapnya adalah bentuk sikap ekslusif dan ‘extrim’.
   Sebagai tetangga dan teman Aku dan Istriku tak mempunyai pendapat yang “tidak-tidak” pada Abi Zaki dan istrinya, Bagi kami perubahan seperti itu adalah hijrah, yang perlu dicontoh. Dulu ketika masih sering di curhati sama istrinya Abi Zaki, istriku selalu memberi semangat , yang melegakan hati dan mampu menempa semangatnya kembali. Istriku selalu berkata, “Ukhti, hampir semua muslim-muslimah di dunia, di tempat dengan jumlah kelompok minoritas, merasakan hal yang sama. Satu saja beda antara kamu dan orang-orang sekitarmu, yaitu pengetahuan telah dilimpahkan oleh Allah ta’ala kepadamu, dan mereka belum mengetahui, namun banyak pula yang merasa lebih tahu padahal tidak tahu…bersabarlah, ukhti, Allah telah mengirimkan tanda cinta khusus buatmu…”. Istriku juga sering mencontohkan  kisah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam serta para sahabat yang tak luput dari ludah, cacian serta fitnah dari kaum kafir di masa dahulu.
 “Bumi yang kita tempati sama. Tapi dunia kita yang berbeda. Semua manusia dilahirkan dalam keadaan suci dari rahim seorang ibu. Semua singgah ke ‘suatu dunia’, tapi memahami makna dunia itu dengan beragam perbedaan. Mereka mungkin beranggapan Islam itu nggak seperti ini,islam itu mudah kenapa dipersulit Sedangkan sosok muslimah seperti dirimu, yang telah memasuki ‘dunia baru bernama Al-Islam’, dunia yang berbeda, memandang dunia sebagai tempat mampir saja. Kita diberitakan tentang hari akhir, tentang yaumil hisab, dan hakikat dunia bagi kita adalah perjalanan sesaat guna mencari bekal untuk keabadian di akhirat…bagi mereka, mungkin tak seperti itu”, penjelasan istriku yang panjang lebar, penuh semangat dan sangat mendalam maknanya.
    Terkadang akupun berpikir Bagaimanakah dunia kita? Apakah tujuan hidup kita adalah ‘membesarkan anak-anak’ supaya lebih sukses daripada kita, ataukah mengumpulkan tabungan nominal, beli tanah sebanyak-banyaknya dan kalau perlu jangan habis-habis tujuh turunan, ataukah berupaya meningkatkan karir menuju ‘puncak kekuasaan’ agar populer di mata semua manusia? Oh,  semoga Tidak!
Lupakah kita akan Ayat-Nya,
كُلُّ نَفۡسٍ۬ ذَآٮِٕقَةُ ٱلۡمَوۡتِ‌ۗ
Artinya : "Setiap yang bernyawa akan merasakan mati…” (QS. Ali-'Imraan : 185).
 Dan setelah ‘beristirahat di alam kubur’, kelak ada hari kebangkitan, perhitungan amalan di dunia serta ketetapan-Nya akan ‘posisi akhir’ kita. Dan Allah subhanahu wa ta'ala juga berfirman,
يَوۡمَٮِٕذٍ۬ يَصۡدُرُ ٱلنَّاسُ أَشۡتَاتً۬ا لِّيُرَوۡاْ أَعۡمَـٰلَهُمۡ (٦) فَمَن يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَيۡرً۬ا يَرَهُ ۥ (٧) وَمَن يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ۬ شَرًّ۬ا يَرَهُ ۥ (٨)
Artinya : Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka [balasan] pekerjaan mereka [1]. (6) Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrahpun, niscaya dia akan melihat [balasan] nya. (7) Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrahpun, niscaya dia akan melihat [balasan]nya pula. (8) (QS. Az-Zalzalah : 6-8)
Jadi wajar jika Banyak bayi, anak-anak sekolah, teman-teman yang masih kuliah, yang belum punya tabungan, yang belum punya rumah, dll, sudah meninggalkan dunia, mendahului kita.
   Lagi-lagi, bekal perjalanan yang kita cari, itulah dunia kita. Dan masa-masa mengumpulkan bekal, tidaklah berlebih-lebihan, kita ingin ‘bekal’ itu cukup, kita ingin keberkahan dan rahmat-NYA mengiringi langkah perjalanan ini. Harta benda, anak-anak dan keluarga merupakan sarana meraih kecukupan bekal tersebut. Rasululloh shallallaahu 'alaihi wa sallam memaparkan tentang dunia dan diri beliau, "Apalah aku dan dunia ini ! Sesungguhnya permisalan aku dengan dunia adalah seperti seorang pengendara yang tidur di bayangan sebuah pohon. Kemudian pergi dan meninggalkan pohon tersebut." (HR. Ahmad, At-Tirmidzy dan Ibnu Majah). Subhanalloh!

Umar bin Abdul-'Aziz dengan tersedu pernah berkata, "Dunia itu sesungguhnya bukan tempat yang kekal untuk kita. Allah sendiri telah menakdirkannya fana, dan kepada para penghuninya telah digariskannya hanya melewatinya saja."
Kita adalah pengembara, perjalanan ini ketika bertambah hari—bertambah dekat pula “pos” kita menuju alam kubur. Yang bisa kita lakukan adalah “sami’na wa atho’na”, kita bekali diri dengan ketaatan dan taqwa, Allah ta’ala melimpahkan penjagaan-Nya sepanjang waktu sehingga ketika diri dilanda gundah dan rasa minder pada manusia lain (yang notabene ‘status’nya sama sebagai pengembara juga), maka tak lain obatnya adalah senantiasa bertaubat, menambah rasa syukur dan kekuatan hati untuk bersabar.
   Yaa  Abu Zaki, ijinkan aku iri padamu saudaraku, begitu selalu bisik hatiku ketika melihat Keluarga itu tetap tersenyum meniti ‘perjalanan’ hijrahnya, satu hal yang mungkin aku hanya bisa berpesan padamu, “Duhai saudaraku, kepercayaan diri akan berbanding lurus dengan tingkat keimanan… Rasakanlah dalam nuranimu, ketika engkau makin dekat dengan Sang Illahi, makin teguh memegang syariat, makin cinta pada-Nya, engkau tak lagi peduli akan ‘omongan atau sikap sesama makhluknya itu’, karena di kala itu yang engkau rasakan adalah hidayah Allah selalu di dekapanmu…engkau pasti sangat percaya diri karena senantiasa ada ‘pelindungmu’ diatas sana, sang maha pemilik super-power, adalah Allah ta’ala! Insya Allah…”
Semoga Allah ta’ala meneguhkan kemantapan jiwamu dan aku serta saudara-saudaramu yang lain dalam melewati perjalanan ini, bi khusnul khatimah...aamiin………..( Renunganku )