Apa yang tertinggal dalam diri kita setelah Ramadhan
berlalu ?
Bekas-bekas kebaikan apa yang terlihat pada diri kita setelah keluar
dari madrasah puasa ?
Apakah bekas-bekas itu hilang seiring dengan
berlalunya bulan itu ?
Apakah amal-amal kebaikan yang terbiasa kita kerjakan di
bulan itu pudar setelah puasa berakhir?
Imam
Bisyr bin al-Harits al-Hafi pernah ditanya tentang orang-orang yang (hanya)
rajin dan sungguh-sungguh beribadah di bulan Ramadhan,
Maka
beliau menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang sangat buruk, (karena) mereka
tidak mengenal hak Allah kecuali hanya di bulan Ramadhan, (hamba Allah) yang
shaleh adalah orang yang rajin dan sungguh-sungguh beribadah dalam setahun
penuh.
Demi
Allah, inilah hamba Allah Ta’ala yang sejati, yang
selalu menjadi hamba-Nya di setiap tempat dan waktu, bukan hanya di waktu dan
tempat tertentu.
Imam
Asy-Syibli pernah ditanya: Mana yang lebih utama, bulan Rajab atau bulan
Sya’ban ?
Maka
beliau menjawab: “Jadilah kamu seorang Rabbani (hamba Allah Ta’ala yang
selalu beribadah kepada-Nya di setiap waktu dan tempat), dan janganlah kamu
menjadi seorang Sya’bani (orang yang hanya beribadah kepada-Nya di bulan
Sya’ban atau bulan tertentu lainnya)”.
Maka
sebagaimana kita membutuhkan dan mengharapkan rahmat Allah Ta’ala di
bulan Ramadhan, bukankah kita juga tetap membutuhkan dan mengharapkan
rahmat-Nya di bulan-bulan lainnya ?
Bukankah kita semua termasuk dalam firman-Nya
?
Hai
manusia, kalian semua butuh kepada (rahmat) Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha
Kaya lagi Maha Terpuji” (QS Faathir: 15).
Inilah makna istiqamah yang sesungguhnya dan inilah
pertanda diterimanya amal shaleh seorang hamba. Imam Ibnu Rajab berkata:
“Sesungguhnya Allah jika Dia menerima amal (kebaikan) seorang hamba maka Dia
akan memberi taufik/kemudahan kepada hamba-Nya tersebut untuk beramal shaleh
setelahnya, sebagaimana ucapan salah seorang dari mereka (ulama salaf):
Ganjaran perbuatan baik adalah (taufik dari Allah Ta’ala untuk
melakukan) perbuatan baik setelahnya. Maka barangsiapa yang mengerjakan amal
kebaikan, lalu dia mengerjakan amal kebaikan lagi setelahnya, maka itu
merupakan pertanda diterimanya amal kebaikannya yang pertama (oleh Allah Ta’ala),
sebagaimana barangsiapa yang mengerjakan amal kebakan, lalu dia dia mengerjakan
perbuatan buruk (setelahnya), maka itu merupakan pertanda tertolak dan tidak
diterimanya amal kebaikan tersebut”