Biarkan air mata ini mengalir bersama dengan dosa-dosa yang teringat. Lelapkan semua kesemuan dunia yang hanya sementara. Bukalah sedikit matamu untuk melihat dunia yang abadi, telungkupkanlah tanganmu untuk memberi... Berikan senyummu agar orang lain merasakan kabahagiaanmu... mari lukis perasan hati mencintaiNya dengan keimanan dan ketakwaan. Bismillah...

Selasa, 09 Agustus 2011

Cerita Awal Ramadhan

          Senja turun perlahan, gelap merambat memeluk bumi yang masih basah oleh sisa hujan sore tadi.Selarik warna jingga keemasan yang masih tersisa dilengkung langit kian lama kian lemah dan akhirnya..Sirna.
Ayat-ayat Al-Qur’an mengalun syahdu terdengar dari Masjid Fathul Khoir, suaranya menggema menerobos rerimbunan hutan bakau dibelakang rumahku. Kupandangi dua malaikat kecilku yang masih belum beranjak juga dari depan televisi. Seperti hari-hari biasanya, bundanya yang ‘cerewet’ sudah kewalahan menyuruh kedua buah hatinya itu untuk segera bersiap-siap berbuka puasa kemudian sholat maghrib dan tarawih. Rasanya bibirnya makin kering saja mengomeli keduanya. Dengan sedikit paksaan akhirnya keduanya bersungut-sungut meninggalkan tempat duduknya.


Usai sholat Isya’ didirikan, panitya  segera naik ke atas mimbar menyampaikan beberapa pengumuman sebelum Mubaligh memberikan tauziah. Riuh rendah suara jamaah yang membludak, membuat suara panitya terdengar tak begitu jelas. Maklum malam-malam permulaan Romadhon di semua masjid di lingkungan PKT masih penuh sesak oleh jama’ah
Perhatianku tersita pada bocah kecil yang berlarian kesana kemari di barisan ibu-ibu.. Kaki-kaki mungilnya bergerak lincah melompati deretan sajadah. Sesekali bola matanya yang bulat itu menari-nari mengamati sajadah yang berwarna-warni. Sejurus kemudian sikecil melompat-lompat lagi, dan…Upst….tiba-tiba sikecil terpeleset dan terjatuh. Beberapa ibu-ibu didekatnya memekik tertahan. Rupanya suara ibu-ibu itu mengagetkan sikecil sehingga dia lupa untuk menangis dan melupakan rasa sakitnya.
Beberapa ibu-ibu memandang dengan sinis, “ Anak siapa sich, nggak aturan bener” si ibu membatin dalam hati. Yach…barangkali semua anak-anak si ibu adalah anak-anak yang manis, atau barangkali anaknya begitu lahir ‘ujug-ujug’ menjadi remaja sehingga tidak pernah merasakan repotnya punya anak kecil.

Diujung barisan seorang ibu memandangi sikecil dengan gelisah, bibirnya mengatup rapat, gigi-gigi putihnya saling beradu. Satu,dua hitungan sikecil sampai dihadapan sang bunda dan mendaratkan pantatnya yang menggemaskan dipangkuan bundanya. Bertepatan dengan itu hadiah sebuah cubitan mendarat pula dipaha sikecil. Sikecilpun menangis, tangisnya yang tadi sempat tertahan kini pecah sehingga menarik perhatian ibu-ibu didekatnya. Diperhatikan oleh ibu-ibu yang lain membuat wajah bunda memerah, rasa kesal dan rasa malu bertumpuk menjadi satu.” Tidak apa-apa, namanya juga anak kecil, nggak usah dimarahi” , kata ibu setengah baya di samping bunda, sedikit membuat hati bunda tenang.

Ibroh:
 Cerita ini saya tulis sekedar masukan bagi kita yang beranggapan bahwa membawa anak kecil kemasjid lebih banyak mudharat disbanding manfaatnya.
Riwayat yang menyebutkan membawa anak-anak ke masjid begitu banyak dan beragam. Salah satunya tentang kisah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang membawa cucu-cucunya ketika shalat berjamaah bersama para sahabat, di antaranya:

Dari Abu Qatadah Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا

Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu shalat sambil menggendong Umamah -puteri dari Zainab binti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Abul ‘Ash bin Rabi’ah bin Abdisysyams- jika Beliau sujud, beliau meletakkan Umamah, dan jika dia bangun dia menggendongnya. (HR. Bukhari No. 516, Muslim No. 543)

Riwayat lainnya:

عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ أَنَّهُ: سَمِعَ أَبَا قَتَادَةَ يَقُولُ: " إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى وأُمَامَةُ ابْنَةُ زَيْنَبَ ابْنَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهِيَ ابْنَةُ أَبِي الْعَاصِ بْنِ الرَّبِيعِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى عَلَى رَقَبَتِهِ، فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا، وَإِذَا قَامَ مِنْ سُجُودِهِ أَخَذَهَا فَأَعَادَهَا عَلَى رَقَبَتِهِ "

Dari Amru bin Sulaim Az Zuraqiy, bahwa dia mendengar Abu Qatadah berkata: bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang shalat sedangkan Umamah –anak puteri dari Zainab puteri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan juga puteri dari Abu Al ‘Ash bin Ar Rabi’ bin Abdul ‘Uzza - berada di pundaknya, jika Beliau ruku anak itu diletakkan, dan jika bangun dari sujud diambil lagi dan diletakkan di atas pundaknya. (HR. Ahmad No. 22589, An Nasa’i No. 827, Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 7827, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i No. 827. Syaikh Syu’aib Al Arnauth juga menshahihkannya dalamTahqiq Musnad Ahmad No. 22589, dan Amru bin Sulaim mengatakan bahwa ini terjadi ketika shalat subuh)

Apa Hikmahnya?

“Berkata Al Fakihani: “Rahasia dari hal ini adalah sebagai peringatan (sanggahan) bagi bangsa Arab yang biasanya kurang menyukai anak perempuan. Maka nabi memberikan pelajaran halus kepada mereka supaya kebiasaan itu ditinggalkan, sampai-sampai beliau mencontohkan bagaimana mencintai anak perempuan, sampai-sampai dilakukan di shalatnya. Dan ini lebih kuat pengaruhnya dibanding ucapan.” (Fiqhus Sunah, 1/262)

Riwayat lainnya, Dari Abdullah bin Syadad, dari ayahnya, katanya:

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar untuk shalat bersama kami untuk shalat siang (zhuhur atau ashar), dan dia sambil menggendong (hasan atau Husein), lalu Beliau maju ke depan dan anak itu di letakkannya kemudian bertakbir untuk shalat, maka dia shalat, lalu dia sujud dan sujudnya itu lama sekali. Aku angkat kepalaku, kulihat anak itu berada di atas punggung Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan beliau sedang sujud, maka saya pun kembali sujud. Setelah shalat selesai, manusia berkata: “Wahai Rasulullah, tadi lama sekali Anda sujud, kami menyangka telah terjadi apa-apa, atau barangkali wahyu turun kepadamu?” Beliau bersabda: “Semua itu tidak terjadi, hanya saja cucuku ini mengendarai punggungku, dan saya tidak mau memutuskannya dengan segera sampai dia puas.” (HR. An Nasa’i No. 1141, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i No. 1141)

Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:
“Hadits ini menjadi dalil bagi madzhab Syafi’i dan yang sepakat dengannya, bahwa bolehnya shalat sambil menggendong anak kecil, laki atau perempuan, begitu pula yang lainnya seperti hewan yang suci, baik shalat fardhu atau sunah, baik jadi imam atau makmum.

Kalangan Maliki mengatakan bahwa hal itu hanya untuk shalat sunah, tidak dalam shalat fardhu. Pendapat ini tidak bisa diterima, sebab sangat jelas disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memimpin orang banyak untuk menjadi imam, peristiwa ini adalah pada shalat fardhu, apalagi jelas disebutkan itu terjadi pada shalat shubuh.

Shahih Muslim mengatakan: “Jika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bangkit dari sujud, maka dinaikkannya anak itu di atas pundaknya.” Kemudian keterangan Al Khathabi bahwa memikul anak itu mengganggu kekhusyu’an sebagaimana menggunakan sajadah yang bergambar, dikemukakan jawaban bahwa memang memakai sajadah bergambar  itu mengganggu dan tidak ada manfaat sama sekali. Beda halnya dengan menggendong anak yang selain mengandung manfaat, juga sengaja dilakukan oleh Nabi untuk menyatakan kebolehannya. Dengan demikian, jelaslah bahwa yang benar dan tidak dapat disangkal lagi, hadits itu menyatakan hukum boleh, yang tetap berlaku bagi kaum muslimin sampai hari kemudian.” Wallahu A’lam (Imam An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/307. Mawqi’ Ruh Al Islam)

Riwayat lain, dari Abu Qatadah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنِّي لَأَقُومُ فِي الصَّلَاةِ أُرِيدُ أَنْ أُطَوِّلَ فِيهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلَاتِي كَرَاهِيَةَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمِّهِ

“Saya mengimami dalam shalat dan hendak memanjangkan bacaannya, lalu saya mendengar tangisan anak-anak, maka saya ringankan shalat, aku tidak suka halmembuat sulit ibunya”. (HR. Bukhari No. 707)

Demikianlah berbagai riwayat tentang kebolehan membawa anak-anak ke masjid, dan betapa berkasih sayangnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan anak-anak, dan keterangan para ulama tentang hal ini.

Mengajak anak-anak ke masjid merupakan pendidikan buat mereka sebagai upaya penanaman sejak dini kepada mereka untuk mencintai masjid. Dan juga melatih keberanian, percaya diri dan pendidikan lainya. Ada pun kegaduhan yang mungkin akan terjadi, sebaiknya diantisipasi oleh orang tuanya. Hendaknya orang tua melakukan penjagaan dan himbauan kepada anak-anaknya untuk berlaku tertib. Jika tidak bisa, maka sebaiknya tidak membawanya sampai anak tersebut siap di bawa ke masjid.

Berkat Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah:

إذا حصل منهم إفساد أو ضرر فهذا مطلوب، وأما إذا لم يحصل فإن السنة جاءت بالإتيان بالصبيان إلى المسجد

Jika membawa mereka menghasilkan kerusakan atau mudharat, maka hal itu -yakni menjauhkan mereka dari masjid, pen- adalah diperintahkan, ada pun jika tidak ada dampak apa-apa, maka sunah telah menunjukkan tentang kesertaan anak-anak menuju masjid. (Syarh Sunan Abi Daud, 29/216)

Salam Romadhon, 1432 H

Abu Majid