Biarkan air mata ini mengalir bersama dengan dosa-dosa yang teringat. Lelapkan semua kesemuan dunia yang hanya sementara. Bukalah sedikit matamu untuk melihat dunia yang abadi, telungkupkanlah tanganmu untuk memberi... Berikan senyummu agar orang lain merasakan kabahagiaanmu... mari lukis perasan hati mencintaiNya dengan keimanan dan ketakwaan. Bismillah...

Kamis, 22 September 2011

Pensiun….!!!

Pen…si..uunnn….!!!
Oleh : Abu Majid


   Siang ini (22/09/11), tak seperti biasanya saya tidak pulang kerumah ketika jam istirahat, saya memilih istirahat dan sholat dzuhur di masjid Al-Mubarok. Lumayan bisa bersilaturahim dengan rekan-rekan karyawan yang terbiasa Dzuhur berjamaah di al-Mubarok. Dua atau tiga shaf barangkali jamaah sholat dzuhur hari ini,Namun hampir tak saya lihat ada ‘darah muda’ berdiri diantara shaf-shaf itu. Hampir 100 % adalah rekan-rekan karyawan ber NPK kisaran antara 81-85. Dari situlah saya tergelitik untuk membuat tulisan ini.

    PENSIUN…. Sebuah kata yang bisa jadi menjadi 'hantu' yang  menakutkan bagi  ‘segelintir’ orang yang pernah menjadi ‘pekerja’ dan….mungkin beberapa saat kedepan mau tidak mau harus berhadapan dengan yang namanya PENSIUN. Mungkin sepuluh tahun yang lalu hati kita tidak ‘bergetar’ dan dingin-dingin saja ketika menyebut kata ‘Pensiun’, tetapi akhir-akhir ini mau tak mau bergejolak juga ketika sahabat, teman mengatakan kata itu, baik sengaja maupun tidak sengaja.

Meski saya masih akan pensiun pada 2030 nanti, InsyaAlloh. Namun kata ‘pensiun ‘ sudah familiar ditelinga saya. Maklum saya memang terbiasa berkumpul dengan orang-orang yang usianya jauh diatas saya. Bahkan kebiasaan ini sudah saya lakukan sejak saya SMP ketika harus menggantikan bapak saya tugas Siskamling. Ternyata bergaul dengan orangtua itu hampir 99% positif, banyak ilmu yang bisa kita dapatkan .

   Kembali kepada judul diatas, saya pernah membaca sebuah artikel dari Pak Syafri, Guru besar IPB mengenai bagaimana harus bersikap menghadapi masa pensiun kita.

    Sebenarnya pensiun adalah fenomena alami ketika seseorang yang usianya dianggap sudah lanjut harus sudah tidak berstatus pegawai tetap lagi. Begitu pula yang bersangkutan tidak bisa ‘mengelak’ ketika peraturan menyebutkan pada usia tertentu harus sudah siap pensiun. Dengan kata lain yang bersangkutan harus ikhlas. Namun memang kata pensiun tidak jarang diasosiasikan dengan gambaran “menakutkan”. Hal itu biasanya muncul setelah masa tiga bulan-enam bulan pertama masa pensiun dilewati. Ketika itu terjadi maka diperkirakan ada beragam fenomena psikologis yang muncul. Pertama, merasa bingung apa yang harus diperbuat akibat sudah tidak punya kegiatan lagi. Kedua merasa kesepian dibanding ketika masih aktif sebagai pegawai. Ada rasa enggan ketika harus meninggalkan rekan, teman dan sahaat baik. Ketiga, merasa biasa-biasa saja. Kemudian ‘masalah’bisa terjadi karena sang pensiunan belum mempersiapkan rencana pasca pensiun secara matang. Hal demikian, bisa juga terjadi karena yang bersangkutan merasa tidak memiliki sumberdaya khususnya dana dan pengalaman serta jejaring bisnis. misalnya untuk berwirausaha. Sementara pada point yang ketiga diatas, biasanya sang pensiunan sudah memiliki rencana kegiatan pasti yang telah dirintis sebelum pensiun.
.
  Di lingkungan Pupuk Kaltim, beberapa saat terakhir dan sekitar lima tahun kedepan banyak sekali karyawan yang akan menjalani masa pensiun. Dari cerita-cerita sahabat saya, saya dapat membaca bahwa beliau-beliau sudah jauh-jauh hari mempersiapkan untuk  ‘masa-masa ‘itu.

     Suatu ketika ada karyawan yang agak lama saya tidak melihatnya, tiba-tiba kami bertemu. “ Wah…pulang ke kampung atau di sini saja Pak ?” Tanya saya kepada beliau yang ternyata sedang mengurus “Hak akhir” dari perusahaan. Saya cukup mengenal dengan baik beliau.sehingga basa-basi seperti ini saya rasa amatlah perlu.” Ini saya sudah pindahan, pulang kampung, Mas “ kata beliau.”Gimana rasanya Pak  menjadi ‘orang bebas’..”, tanya saya lagi. “Saya mencoba enjoy, tetapi ternyata kebiasaan selama ini tidak bisa dihilangkan begitu saja, Mas. Setiap pagi saya terbangun dengan kaget ketika melihat diluar sudah terang benderang. Saya segera mandi dan hendak bersiap berangkat kerja. Istri saya hanya tersenyum dan mengingatkan bahwa saya sudah pensiun, ya rasanya lucu saja ”. Katanya agak malu-malu.

Dilain hari saya juga bertemu dengan seorang karyawan yang juga ke akuntansi untuk keperluan yang sama. Salah satu teman sayapun bertanya “Jadi setelah pensiun ini usahanya apa Pak” katanya dengan ramah.Bapak tersebut tidak langsung menjawab, tetapi memandang tajam kearah teman saya, sambil berkata “ Usaha…usaha…setiap orang tanya usaha apa, namanya orang pensiun ya berhenti bekerja..bukanya buka usaha..”. Saya terperanjat mendengar jawaban ketus bapak tersebut. Apalagi teman saya yang hanya bisa  malu sendiri. Tak ada yang aneh dari pertanyaan yang diajukan teman saya, dan bahkan mungkin tidak ada maksud apa-apa. Tetapi rupanya tak semua orang  siap mental untuk memberikan jawaban.

     Jika kita baca kembali harian Kompas ( 28/3/11 ), harian ini me-release sebuah berita mengejutkan bahwa: “9 dari 10 orang di Indonesia belum siap menghadapi pensiun”. Ach..saya berpikir bahwa riset ini tidaklah benar dan mengada-ada. Kenapa ?, riset ini pastilah tidak mengambil responden dari Bontang. Saya melihat hampir 90 % karyawan di Pupukkaltim ( yg hampir pensiun ) sudah siap lahir bathin. Mereka yakin bisa hidup nyaman ( live in comfort-lah  ) ketika sudah waktunya pensiun. Memang program pensiun telah mereka siapkan secara matang. Seorang rekan bahkan mengatakan, “ Apa yang merisaukan saya ?, anak-anak saya sudah hampir mapan semua, mereka yang masih sekolah sudah punya tabungan sendiri-sendiri. Gaji pensiun saya cukuplah untuk hidup layak. Tak banyak keinginan untuk orang seumuran saya ini”.” Saya tinggal mempersiapkan dan menambah bekal untuk ‘perjalanan’ selanjutnya” sambungnya bijak.Bahkan saya sangat kagum dengan seorang sahabat yang seamngat luar biasa belajar ini dan itu, mengikuti kajian ini dan itu, padahal tinggal beberapa saat lagi pensiun. Sedangkan saya lebih banyak absen didalam halaqoh-halaqoh. Begitulah gambaran rekan-rekan kita yang menghadapi masa-masa ‘bebas’. Segelintir saja yang merasa Nervous menghadapinya. Bukankah berbanding terbalik dengan riset diatas.
     Bagi mereka yang nervous tentu tak ada pihak lain yang bisa membantu, tetapi dirinya sendirilah yang bisa membangkitkan rasa percaya diri mereka sehingga dapat menghadapi pensiun dengan dignity alias Penuh Percaya diri.Benar…bahkan, kebanyakan dari beliau-beliau yang percaya diri, secara perlahan mulai ‘menepi’kan hal –hal yang berbau dunia, mengisi waktu-waktu dengan menyibukkan diri di kajian-kajian mendalami ilmu agama.

     Tentulah kita tak bisa menyamakan dengan di dunia barat, amerika misalnya, kehidupan disana tentu lebih focus kepada kehidupan dunia ( materi ), sentuhan religi tidak menjadi prioritas mereka. Sehingga wajar kalau di Negara yang superpower tersebut ketakutan menghadapi pensiun juga menghantui 89 % pekerja pra pensiun, hanya 11% yang comfortable, yakin bahwa mereka akan hidup nyaman dimasa pensiun. Angka-angka tersebut pernah di publikasikan oleh CNBC (05/04/11).

    Menurut Pak Syafri, pensiun adalah bukan sesuatu yang harus membuat sang pensiunan khawatir atau takut. Banyak yang bisa dikerjakan. Pilihan begitu banyak. Tidak kecuali mengasuh cucu di rumah; asalkan itu adalah pilihannya yang terbaik. Begitu pula dengan pilihan-pilihan lainnya. Pasti seorang pensiunan sekali memilih kegiatan tertentu dia sudah mempertimbangkan manfaat dan konsekuensinya. Sudah bukan saatnya untuk coba-coba. Jadi yang terpenting isilah waktu-waktu ke depan dengan kegiatan positif apapun. Insya Allah stres dan bahkan depresi tak bakal muncul. Jika dulu ketika kita masih aktif bekerja tidak sempat mengembangkan hobby, nah pilihan untuk menyalurkan hobby mungkin akan menjadi dunianya yang paling membahagiakan.  Lakukan semuanya dengan santai…..Don’t Worry, be happy ya Pak…….!!

Salam hangat,

Abu Majid

Tidak ada komentar: