Biarkan air mata ini mengalir bersama dengan dosa-dosa yang teringat. Lelapkan semua kesemuan dunia yang hanya sementara. Bukalah sedikit matamu untuk melihat dunia yang abadi, telungkupkanlah tanganmu untuk memberi... Berikan senyummu agar orang lain merasakan kabahagiaanmu... mari lukis perasan hati mencintaiNya dengan keimanan dan ketakwaan. Bismillah...

Jumat, 04 Februari 2011

Asap Kemenyan Romo........( Part : 1 )

         Asap putih kebiruan menyebar memenuhi seisi ruangan,  menebarkan aroma menyengat indra penciuman  setiap orang yang memasuki kamar itu. Asap itu mengepul dari sebuah ‘pedupaan’ yang terletak persis ditengah ruangan berukuran 3 x 4 meter itu. Dalam remang terlihat aneka macam makanan terhidang dimeja yang terletak dipojok ruangan. Didinding tepat diatas meja terpampang Photo Eyang Kakung,kemudian dibawahnya ada photo Romo. Romo nampak gagah sekali dengan ‘iket’ hitam membalut rambutnya yang ikal, kumis dan jenggot yang lebat hingga ke pipi menambah wibawa Romo. Aku sama sekali tidak mirip dengan Romo, tubuhku yang kecil kurus dengan perawakan yang nampak rapuh persis dengan Ibu, ya..hanya aku yang mirip dengan ibu, sedangkan kakak-kakak dan adikku lebih mirip Romo.
     Perlahan aku melangkah menuju meja, bulu kudukku sedikit meremang. Harum bunga tujuh rupa bercampur aroma asap kemenyam membuat nafasku sedikit tersengal. Kuamati dengan seksama hidangan sesaji yang ada diatas meja didepanku.Nasi tumpeng ,nasi gurih, nasi golong, bubur putih, bubur merah , ayam ingkung,  gudangan, kue apem, buah-buahan dan lain-lain.
    Tanganku baru saja hendak menyentuh ujung meja, ketika mendadak terdengar sebuah suara yang sangat kukenal.“ Kamu sedang apa Le disini, …” Tiba-tiba Romo sudah berdiri dibelakangku, jantungku serasa berhenti berdetak saking kagetnya. Aku sama sekali tak menyadari kehadiran Romo.  Dengan sedikit gemetar aku membalikkan badan menghadap Romo, aku tertunduk memandang lantai kamar.Tubuh Romo yang tinggi besar dengan kumis tebal melintang itu membuat aku tak pernah berani menatapnya langsung. Romo punya wibawa yang luar biasa.atau lebih tepatnya ‘menyeramkan’.
“Eeng..enng..anu..Mboten Romo, dalem namung mirsani kemawon, ..”susah payah aku menyembunyikan kegugupanku.” Lihat apa Le..? Yo sudah…kamu pulang sekolah bukannya cepet ganti baju, malah ‘ngregoni’ orangtua…wis kono ganti baju.” Romo membungkuk membetulkan bara api dan dupa. Tiba-tiba Romo menghentikan kegiatanya dan menatap kearahku begitu menyadari aku masih berdiri ditempatku.” Lho..kok isih ning kene..” kata Romo. Sejurus kemudian Romo sudah sibuk lagi dengan tungku dupanya.” Romo…, dalem badhe pirso Romo…” kataku dengan penuh hati-hati.” Hmm…Tanya apa Le…?” sahut Romo tanpa mengalihkan perhatiannya dari tungku dupa didepannya. “ Romo…menopo manfaatipun mbakar kemenyan.. lan…lan….” Tenggorokanku tercekat aku tak mampu melanjutkan pertanyaanku begitu melihat Romo menghentikan kesibukannya.” Lan opo Le..,lan opoo…??” mendadak Romo berdiri menatap lurus kearahku.”Lan..lan sesaji meniko Romo….”aku semakin tertunduk ketakutan.
“Bocah wingi sore, Kowe putrane sopo…hah.., kowe iku putrane Romo, kowe iku putune mbah Singo Drono, yo kudu nindakke opo sing di tindakke mbah mu lan Romomu..ngertii kowe..??” Suara Romo menggelegar menggetarkan dinding kamar yang tak seberapa luas itu, dadanya turun naik, nafasnya memburu tak beraturan.., aku menggigil ketakutan bersandar pada dinding kamar. Dalam ketakutan aku masih sempat melihat kedua mata Romo merah pertanda amarahnya memuncak.Tubuh Romo bergetar mencoba menahan marah yang luar biasa. Aku semakin ketakutan, peluh bercucuran membasahi bajuku.
    
Tiba-tiba pintu terbuka perlahan, ibu menerobos masuk, dan tanpa bicara sepatahpun Ibu segera menarik tanganku dan membawaku keluar kamar. Romo masih berdiri kaku ditengah-tengah ruangan itu. Ibu membawaku kedapur dan mendudukan aku di kusrsi yang ada disana.”Ada apa lagi Man, kamu bertengkar lagi sama Romomu..”kata ibu lembut, namun aku dapat merasakan ada penekanan dalam kalimatnya, Ibu tidak marah.Ibu capek…benar aku tahu ibu sejak siang tadi sibuk di dapur menyiapkan hidangan .sudah sore beginipun pekerjaan itu belum juga selesai.
“Bu..aku Cuma nanya ke Romo…”.”Nanya apa….nanya menyan lagi.?.nanya dupa lagi..?”Ibuku sudah memotong kata-kataku.Rupanya beliau paham benar kalau  akhir-akhir ini setiap Romo marah padaku pasti hanya gara-gara menyan, gara-gara dupa .Romo memang bisa marah luar biasa setiap kali aku bertanya: untuk apa membakar kemenyan dan dupa. Pertanyaan yang tak pernah dilontarkan oleh kakak-kakakku dan adikku. Romo tak pernah marah karena nilai raporku jelek atau kebiasaanku yang suka main layang-layang dilapangan ujung desa. Namun begitu pertanyaanku menyangkut dua benda itu, Romo langsung ‘muntab’.
“Kamu masih kecil Le, kamu baru kelas satu SMP Hariman, kamu belum tau apa-apa tho apa yang dilakukan Romomu” kata ibu pula.”Kalau kamu memang merasa tahu tapi cuma sedikit, sebaiknya kamu belajar lagi, kamu mengaji yang rajin sama Ustadz Ahmad, kalau kamu sudah pinter baru kamu matur baik-baik kepada Romomu, nanti kalau kamu sudah besar bicaralah sama Romomu, jangan sekarang, ibu selalu pesan padamu, jangan membantah orang yang sedang marah,jangan api dilawan dengan api lebih baik diam.karena marah tidak akan mendatangkan kebaikan..” Kata ibu panjang lebar. Ibu memang tak pernah membantah Romo, ketika Romo marah ibu akan diam seribu bahasa, ibu hanya akan tertunduk dan sesekali menitikkan airmata hingga Romo reda amarahnya dan pergi. Aku terdiam mendengar petuah ibu, memang benar apa yang dikatakan ibuku ,Ustad Ahmad juga selalu bilang ”Bocah-bocah, kalian harus rajin-rajin mengaji, mengaji ilmu agama itu wajib Le..Nduk, Gusti alloh itu menciptakan kita untuk mengabdi pada-Nya, menyembah pada-Nya bukan pada yang lain, …..”
Aku masih berdiri memperhatikan ibu yang sibuk menyiapkan hidangan dan makan malam,“Man..ini sudah sore, kamu cepat mandi kemudian kemasjid….”kata Ibu tanpa menghentikan kesibukannya.
    Aku segera keluar dari dapur, dan segera mengambil handuk yang tergantung di samping kamar mandi. Tiba-tiba rasa penasaranku muncul kembali, keinginan untuk masuk ke kamar sesaji Romo sekali lagi tak dapat kucegah. Perlahan aku mendekati kamar itu. Aku seolah lupa akan kemarahan Romo yang luar biasa barusan. Aku juga seperti lupa nasehat-nasehat ibu . Aku mengintip melalui celah pintu yang sedikit terbuka.Tak ada siapa-siapa didalam, kemana gerangan Romo?, pikirku. Dengan sangat hati-hati kubuka pintu itu, setelah aku masuk segera kukunci dari dalam. Asap kemenyan masih menyesakan hidungku,dengan berjingkat kudekati meja dimana diletakkan sesaji, tiba-tiba kejahilanku muncul, mataku mencari-cari sesuatu, air..ya..air, mataku tertuju pada gelas yang berisi air putih dipinggir sesaji.
  Sambil menahan napas kusiram sedikit demi sedikit dupa yang penuh oleh kemenyan yang terbakar itu. Aku tersenyum sendiri. Namun tiba-tiba aku terperanjat, asap itu bukan nya mengecil tapi justru semakin membesar, kucoba menyiramkan semua isi gelas ditanganku, tapi asap itu semakin tebal dan semakin besar, mendadak seisi ruangan yang gelap itu sudah tertutupi oleh asap dupa yang baunya menyengat. Aku ketakutan sendiri. Aku baru saja akan beringsut dari tempatku ketika tiba-tiba muncul sesosok bayangan hitam, makin lama bayangan itu semakin  besar. aku menggigil ketakutan. Sosok bertubuh besar hitam dengan mata merah itu memandang marah padaku, kedua tangannya yang kekar itu bergerak kearah leherku, aku berusaha meronta sekuatku, tapi tangan itu terlalu kuat untuk aku lepaskan, aku berteriak-teriak sekuat tenaga ”Jangaaannn…jangaaannn….lepaskan aku...lepaskan akuuu...”napasku tersengal-sengal, aku ketakutan luar biasa. Tiba-tiba dari samping muncul sesosok tubuh dan memegang tanganku.., aku semakin ketakutan
” Jangaaann..jangaaannn..toloong….tolooong..”.................( Bersambung )