Biarkan air mata ini mengalir bersama dengan dosa-dosa yang teringat. Lelapkan semua kesemuan dunia yang hanya sementara. Bukalah sedikit matamu untuk melihat dunia yang abadi, telungkupkanlah tanganmu untuk memberi... Berikan senyummu agar orang lain merasakan kabahagiaanmu... mari lukis perasan hati mencintaiNya dengan keimanan dan ketakwaan. Bismillah...

Minggu, 05 Desember 2010

Jagalah Kata - Kata mu....!!

Empat tahun sudah Ratih mengarungi bahtera rumah tangga bersama Rudy, lelaki yang telah menjadi tambatan hatinya. Tahun-tahun pertama dirasakan begitu manis bagi Ratih, betapa sempurnanya Rudy dimatanya. Hal ini telah menghapus keraguan Ayah Ibu Ratih, ketika untuk pertama kali dengan bangganya Ia memperkenalkan Rudy pada orangtuanya. “Ratih, kamu sudah pikirkan masak-masak memilih Dia untuk menjadi suamimu  ?” Tanya Ibunya seakan ada sesuatu yang kurang pas bagi sang Ibu. Namun pada akhirnya Ratih dapat meyakinkan kedua orangtuanya, bahwa Ia tak akan salah memilih Rudy.
Badai itu bermula dari saat kelahiran anak pertama mereka, Rudy mulai sering marah-marah ketika sikecil terbangun tengah malam karena popoknya basah. Ratih yang sudah lelah seharian, terpaksa sendiri mengurusi buah hatinya, mengganti popok, membuatkan susu dan menemani sikecil hingga terlelap kembali. Tak jarang Rudy menjadi marah besar ketika bangun kesiangan, Ia jadi terlambat kekantor. Rudypun mulai sering menghardik dengan kata-kata yang sangat kasar. Masa-masa indah sirna kini, hidup Ratih bagai neraka.
 Rudy akan segera meminta maaf ketika dengan sabar Ratih mengingatkan tentang masa-masa indah yang telah mereka lalui, dan Ratihpun kemudian memaafkan dan memaafkan, begitulah selalu berulang dan berulang.
Suatu saat kejadian itu berulang lagi, Rudi serta merta meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. Ratihpun memaafkan, sambil menggandeng lembut tangan Rudi, Ratih mengajaknya kesebuah pohon kayu dibelakang rumah. Rudi tidak tahu mengapa istrinya membawanya kepada sebatang pohon kayu itu, namun ia diam saja. Akhirnya Ratih berkata ," Mas…Aku bisa memaafkanmu dan memaafkanmu lagi, namun satu permintaanku, mulai sekarang, jika kamu marah padaku, pakulah 1 buah paku pada pohon kayu ini". Meski tidak mengerti maksud istrinya namun Rudi mengangguk setuju.
           
Suatu hari ketika Ibunya mengunjungi Ratih, sang Ibu terkejut melihat Ratih yang nampak seolah tak terurus, tubuhnya tampak kurus dan kurang tidur. Ratih berusaha menutup-nutupi perlakuan Rudy terhadapnya. Ia berusaha seceria mungkin didepan sang Ibu. Namun ternyata perasaan seorang ibu tak bisa dikelabui. Akhirnya setelah didesak, dengan menahan isak tangis Ratih menceritakan perlakuan yang diterimanya dari sang suami selama ini. Ketidakpedulian, ucapan yang kasar, caci maki dan pukulan sudah menjadi menu sehari-hari.

“ Mas, aku minta cerai “, Rudi tak bergeming dari depan computer, bagai petir menyambar, pendengaranya seolah tak percaya dengan kata yang diucapkan istrinya. lidahnya kelu, ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun untuk bertanya, apalagi membentak. Ia sama sekali tak menyangka Ratih akan mengucapkan kata-kata sakral itu, CERAI. Rudy diam tercenung, perlakuan kasar dan ucapan-ucapan yang ia lontarkan pada istrinya berseliweran dibenaknya. Setiap kali Ia meminta maaf sebenarnya Ia berjanji tak ingin mengulanginya lagi, tapi Ia tak mampu.
Beberapa saat kemudian Rudy bangkit dari duduknya, ia menubruk kaki istrinya. Rudy menangis sejadi-jadinya, ia memohon ampun pada Ratih dan berjanji benar-benar untuk tidak mengulanginya lagi.
Ratih diam membisu, namun ia nampak tegar meski setitik air mata meleleh dipipinya, airmata tanda cinta kasihnya pada sang suami. Perlahan Ia raih tangan Rudi, Ia membimbingnya menuju belakang rumah, ke tempat dimana dulu ia pernah membimbing Rudi kesebuah batang pohon yang nampak subur kala itu. “Lihatlah pohon  itu “ pelan suara Ratih.Rudi memandangi sisi – sisi batang kayu yang kini telah penuh oleh paku, beberapa helai daun gugur berserakan dibawahnya. Ia memang tak pernah lupa, setiap kali marah, ia selalu menancapkan sebuah paku ke pohon itu. Namun beberapa hari ini batang kayu tersebut telah penuh oleh paku sehingga Rudi hanya meletakkan paku-paku itu dibawah pohon. Rudipun berkata,"Batang kayu ini sudah penuh,aku tak bisa memakunya lagi"
Ratih  membalas, "Sekarang, coba cabutlah paku-paku yang sudah kau pasang itu"
Rudi menuruti keinginan ratih, susah payah ia mencabuti semua paku-paku itu.Setelah paku dicabut, Ratih kembali berkata..."Paku itu adalah kemarahanmu dan kata-kata mu yg menyakiti hatiku, dan batang pohon  ini adalah Hatiku..

Setiap kali kau marah,kau memaku 1 paku di Hatiku, dan saat kau meminta maaf,
kau mencabut paku itu, tetapi kau bisa lihat, batang yang sudah kaupaku, meneteskan getah dan meninggalkan bekas..

Meskipun kamu coba menambalnya, tidak akan kembali seperti dulu, mungkin ia akan mampu bertahan hidup, namun takkan seindah dulu.."
Sebenarnya sakit di tubuh sudah tak kurasakan lagi namun sakit di hati terus tersimpan entah sampai kapan.

Duhh… Betapa malang nasib seorang wanita yang lemah bila mendapatkan suami yang berperangai kasar dan “ringan tangan” seperti itu. Jika kekuatan Cintanya tak mampu membuatnya bertahan, maka perpisahanlah pada Akhirnya.
 Oleh karena itu, sahabatku, saudaraku. Jagalah kata-katamu, lembutkan hatimu Baik kepada Pasanganmu, Keluarga, maupun teman-temanmu. ( SRT )

Bukit Sekatub Damai, Inspirasi menjelang Fajar.....