Biarkan air mata ini mengalir bersama dengan dosa-dosa yang teringat. Lelapkan semua kesemuan dunia yang hanya sementara. Bukalah sedikit matamu untuk melihat dunia yang abadi, telungkupkanlah tanganmu untuk memberi... Berikan senyummu agar orang lain merasakan kabahagiaanmu... mari lukis perasan hati mencintaiNya dengan keimanan dan ketakwaan. Bismillah...

Minggu, 07 November 2010

Terima Kasih…Ibu..

Malam itu Kota Jakarta diguyur hujan lebat, dengan kebencian yang memuncak Ririn sudah memutuskan untuk pergi dari rumah ini, Ia bertengkar lagi dengan ibunya. Karena sangat marah, Ririnpun segera pergi meninggalkan rumah tanpa membawa apa pun. Ia hanya mengenakan seragam putih biru yang belum sempat ia ganti sejak sepulang sekolah sore tadi. Ririn terus berjalan menyusuri trotoar Jakarta yang tetap ramai meski air yang mengguyur tak mau kompromi. Orang-orang tentu tak mau terlambat sampai kerumah, berspekulasi untuk berteduhpun belum tentu hujan akan segera reda.
Karena marah yang luar biasa, Ririn tak tahu lagi sudah berapa jauh ia berjalan. Hujan sudah mulai reda.tapi justru Ririn mulai merasakan tubuhnya mulai menggigil. Saat berjalan di jalanan yang agak lengang, Ririn baru sadar dan merasa asing dengan jalanan yang dilaluinya, ia pun baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang.
Ririn menyusuri jalanan itu tanpa tahu tujuannya, ketika ia melewati sebuah warung Makan, dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ririn berhenti didepan warung tersebut, Ia ingin sekali memesan sepiring nasi goreng yang hangat, tetapi ia tidak mempunyai uang sama sekali.
Bapak separuh baya Pemilik warung melihat Ririn berdiri cukup lama di depan warungnya, lalu bertanya, “Adik, apakah kau ingin pesan makan , ayo masuklah, pakaianmu basah kuyub?” “Tetapi, aku tidak membawa uang,” jawab ririn sambil menahan dingin.
“Tidak apa-apa, masuklah aku akan memberimu sepiring nasi,” jawab pemilik warung ramah. “Ayo duduklah, aku akan membuatkan nasi goreng untukmu.”
Tidak lama kemudian, pemilik warung yang ramah itu mengantarkan sepiring nasi goreng dan segelah teh hangat. Ririn segera makan dengan nikmatnya tetapi sejurus kemudian air matanya nampak berlinang. “Ada apa Dik, kamu menangis, kamu pergi dari rumah?” tanya pemilik Warung itu.
“Tidak apa-apa. Aku hanya terharu,” jawab Ririn sambil menyeka air matanya.
“Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberiku sepiring nasi! Tapi,…. Ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah. Bapak seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri,” katanya kepada si pemilik Warung.
Pemilik Warung itu setelah mendengar perkataan Ririn, menarik napas panjang, dan berkata, “Adik, mengapa kau berpikir seperti itu?. Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu sepiring nasi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak makanan untukmu saat kau masih kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak terharu dan berterima kasih kepadanya ? Dan kau malah bertengkar dengannya. Apakah kau akan mengatakan bahwa itu memang kewajiban seorang ibu ?”
Ririn terhenyak mendengar hal tersebut.
“Mengapa aku tidak berpikir tentang hal tersebut? Untuk sepiring nasi dari orang yang baru kukenal aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yang telah memasak makanan untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihakan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.”
Ririn menghabiskan nasinya dengan cepat. Lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya.
Sambil mencari jalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus diucapkannya kepada ibunya. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengatakan, “Ibu,maafkan aku, aku tahu bahwa aku bersalah. Aku memang anak yang tak tau berterimakasih”
Begitu sampai di depan pintu, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas, karena telah mencarinya ke semua tempat. Ketika ibunya melihat Ririn, kalimat pertama yang keluar dari mulut ibunya, “Ririn maafkan ibu ya, kemana saja kamu. Ibu sangat mencemaskanmu, cepat masuk, ibu telah menyiapkan makan malam untukmu dan makanan itu akan menjadi dingin jika kau tidak segera mamakannya.”
Ririn sangat terharu melihat kasih ibunya yang begitu besar kepadanya, ia tidak dapat menahan air matanya dan ia segera lari memeluk ibunya, ia menangis sepuasnya dipelukan ibunya.
******************
Saudaraku…sekali waktu, mungkin kita akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan “kecil” yang diberikannya kepada kita. Tetapi.., kepada orang yang sangat dekat dengan kita, khususnya orang tua kita, Suami atau Istri kita, pernahkah kita berpikir untuk berterima kasih kepada mereka ??. Kepada Orangtua kita yang telah merawat, membesarkan, mendidik dan melimpahkan kasih sayangnya kepada kita. Kepada Suami / Istri kita, yang mendampingi kita dikala susah maupun senang, yang dengan susah payah mendidik anak-anak kita..??? Apakah kita juga akan mengatakan bahwa Hal itu sudah menjadi tugasnya..?? Renungkan Saudaraku.

Tidak ada komentar: